Peran Teknologi Hasil Pertanian dalam Agroindustri, Iptek, dan pembangunan Nasional



BAB I
PENDAHULUAN
         
1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara agraris dengan sumber daya alam yang tinggi, sehingga potensi pertanian di Indonesia sangat mendukung. Indonesia juga terbentang pada garis khatulistiwa yang memiliki iklim tropis, kelimpahan sinar matahari yang cukup, tingkat kelembaban udara yang ideal, serta budaya masyarakat yang mencintai keanekaragaman hayati. Indonesia pun menjadi lirikan bagi negara-negara asing terutama pada sektor pertanian.
Pertanian merupakan sebuah sektor yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Karena inilah yang menjadi dasar penyedia sandang, pangan, dan papan dalam menjalankan kehidupan. Selain itu di Indonesia, sektor pertanian menjadi tumpuan kehidupan masyarakat pada umumnya, karena Indonesia merupakan negara agraris. Akibatnya banyak warga negara Indonesia yang berprofesi sebagai petani.
Dalam sektor pertanian ini, peran teknologi sangat diperlukan untuk keberhasilan produktivitas usaha tani yang dihasilkan. Apalagi seiring bertambahnya jumlah penduduk, ototmatis kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan akan semakin meningkat. Terlebih kebutuhan akan pangan. Sebab tanpa pangan, masyarakat tidak akan dapat hidup. Serta bagus tidaknya ketahanan pangan suatu negara itu dapat menjadi indikator keberhasilan suatu negara. Hal ini membuat dunia pertanian harus bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan pangan dunia tersebut. Tahap demi tahap dilakukan supaya produksi yang dihasilkan dapat memuaskan.
Sekarang kita berada pada era informasi dimana semua informasi apapun dapat kita peroleh dengan mudah melalui media-media pendukung informasi seperti internet, televisi, media cetak, dan lain-lain. Dalam hal ini dunia pertanian pun menggunakan teknologi informasi untuk mendukung kegiatan pembangunan pertanian berkelanjutan. Teknologi informasi dan komunikasi memiliki peranan penting dalam mewujudkan pertanian yang modern dan penerapan teknologi hasil pertanian. Agar hasil-hasil pertanian dapat terjaga ketahananan pangannya secara efektif.
Pada saat ini penguasaan terhadap teknologi informasi semakin menguat, dan merupakan hal mutlak yang tidak bisa ditawar lagi. teknologi informasi diyakini sebagai alat pengubah untuk memperoleh kemudahan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari dan selanjutnya memperoleh manfaat yang sangat banyak. Teknologi informasi mempunyai peranan yang vital dalam segala bidang, salah satunya pada bidang pengolahan hasil pertanian. Maka dengan memanfaatkan teknologi informasi dengan baik maka ketahananan pangan  di Indonesia akan lebih maju, dan indonesia tidak perlu mengimpor dari luar negri untuk memenuhi kebutuhan akan pangan. Dan masalah krisis pangan yang dihadapi beberapa tahun kedepan, dapat diminimalisir dengan kemajuan iptek  dibidang teknologi hasil pertanian khususnya (teknologi pangan). Sehingga, dapat tercipta kesejahteraan rakyat dalam bidang pemenuhan akan pangan.
1.2.Tujuan penulisan
Makalah ini disusun dengan tujuaan :
1.      Mengupas masalah tentang Peran Teknologi Hasil Pertanian dalam Agroindustri, Iptek, dan pembangunan Nasional.
2.      Untuk  membuka wawasan tentang bagaimana keadaan teknologi hasil pertanian di indonesia yang mencakup 3 aspek tersebut.
3.      Dan diharapkan dengan penulisan makalah ini, kedepannya dapat membangkitkan kreativitas untuk memajukan teknologi hasil pertanian di Indonesia dalam agroindustri, iptek untuk pembangunan nasional.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN DALAM AGROINDUSTRI
1.   PENGERTIAN AGROINDUSTRI

Agroindustri  berasal  dari  dua  kata  agricultural  dan  industry  yang  berarti suatu  industri yang menggunakan hasil pertanian sebagai bahan baku utamanya atau  suatu  industri  yang  menghasilkan  suatu  produk  yang  digunakan  sebagai sarana  atau  input  dalam  usaha  pertanian.Definisi  agroindustri  dapat  dijabarkan sebagai kegiatan industri yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang,  dan  menyediakan  peralatan  serta  jasa  untuk  kegiatan  tersebut. Dengan demikian agroindustri meliputi industri pengolahan hasil pertanian, industri yang memproduksi peralatan dan mesin pertanian, industri input pertanian (pupuk, pestisida, herbisida dan lain-lain) dan industri jasa sektor pertanian. Apabila  dilihat  dari  sistem  agribisnis,  agroindustri  merupakan  bagian (subsistem)  agribisnis  yang  memproses  dan  mentranformasikan  bahan-bahan hasil pertanian (bahan makanan, kayu dan serat) menjadi barang-barang setengah jadi  yang  langsung  dapat  dikonsumsi  dan  barang  atau  bahan  hasil  produksi industri  yang  digunakan  dalam  proses  produksi  seperti  traktor,  pupuk,  pestisida, mesin pertanian dan lain-lain.
Dari  batasan  diatas,  agroindustri  merupakan  sub  sektor  yang  luas  yang meliputi  industri  hulu  sektor  pertanian  sampai  dengan  industri  hilir.  Industri  hulu adalah  industri  yang  memproduksi  alat-alat  dan  mesin  pertanian  serta  industri sarana  produksi  yang  digunakan  dalam  proses  budidaya  pertanian.  Sedangkan industri  hilir  merupakan  industri  yang  mengolah  hasil  pertanian  menjadi  bahan baku atau barang yang siap dikonsumsi atau merupakan industri pascapanen dan pengolahan hasil pertanian.


2.       AGROINDUSTRI  HASIL  PERTANIAN
Agroindustri  pengolahan  hasil  pertanian  merupakan  bagian  dari agroindustri, yang mengolah bahan baku yang bersumber dari tanaman, binatang dan ikan.  Pengolahan  yang  dimaksud  meliputi  pengolahan  berupa  proses transformasi dan pengawetan melalui perubahan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengepakan,  dan  distribusi.  Pengolahan  dapat  berupa  pengolahan  sederhana seperti  pembersihan,  pemilihan  (grading),  pengepakan  atau  dapat  pula  berupa pegolahan  yang  lebih  canggih,  seperti  penggilingan  (milling),  penepungan (powdering),  ekstraksi  dan  penyulingan  (extraction),  penggorengan  (roasting), pemintalan  (spinning),  pengalengan  (canning)  dan  proses  pabrikasi  lainnya. Pemahaman  tentang  komponen-komponen  pengolahan  memerlukan pemahaman fungsi-fungsinya. Dari segi teknis, tiga tujuan pengolahan agroindustri adalah merubah  bahan  baku menjadi mudah  diangkut,  diterima  konsumen, dan tahan lama.
Fungsi  pengolahan  harus  pula  dipahami  sebagai  kegiatan  strategis  yang menambah  nilai  dalam  mata  rantai  produksi  dan  menciptakan  keunggulan kompetitif. Sasaran-sasaran  ini  dicapai  dengan merancang  dan mengoperasikan kegiatan pengolahan yang hemat biaya atau dengan meragamkan produk. Fungsi teknis  pengolahan  seharusnya   dipandang  dari  perspektif  strategis  tersebut.
Dengan  demikian  manfaat  agroindustri  adalah  merubah  bentuk  dari  satu  jenis produk menjadi bentuk  yang  lain  sesuai dengan  keinginan  konsumen,  terjadinya perubahan  fungsi  waktu,  yang  tadinya  komoditas  pertanian  yang  perishable menjadi  tahan   disimpan  lebih  lama,  dan meningkatkan  kualitas  dari  produk  itu sendiri, sehingga meningkatkan harga dan nilai tambah.
Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Soekartawi  (1991), bahwa agroindustri  dapat  meningkatkan  nilai  tambah,  meningkatkan  kualitas  hasil, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, meningkatkan ketrampilan  produsen, dan meningkatkan pendapatan. Yang perlu diperhatikan adalah penyebaran marjin dari meningkatnya  nilai  tambah  tersebut  antar  mata  rantai  pemasaran.  Untuk  itu, diperlukan  kebijaksanaan  yang  dapat  menditribusikan  manfaat  dari  terjadinya peningkatan nilai tambah tersebut.
Agroindustri pengolahan hasil pertanian merupakan aktivitas yang merubah bentuk produk pertanian segar dan asli menjadi bentuk yang berbeda sama sekali. Beberapa contoh aktivitas pengolahan adalah penggilingan  (milling), penepungan (powdering),  ekstraksi  dan  penyulingan  (extraction),  penggorengan  (roasting), pemintalan (spinning), pengalengan (canning) dan proses pabrikasi  lainnya.semakin pesatnya pertumbuhan pendudududuk.
Agroindustri yang ada di Indonesia dapat dikatakan belum berhasil berjalan sesuai harapan masyarakat Indonesia yaitu dengan fakta bahwa Indonesia memiliki banyak potensi pertanian yang secara logika dapat dengan baik subsistem tersebut berjalan karena melimpahnya bahan baku industri tersebut. Fakta berikutnya adalah apabila dibandingkan negara tetangga seperti malaysia ataupun vietnam, agroindustri masih belum dapat sebanding di regional ASEAN padahal negara-negara tersebut dahulunya belajar pertanian di Indonesia. Diliat dari fakta bahwa agroindustri Indonesia belum berjalan dengan baik, terbentuk opini bahwa masalah agroindustri di Indonesia cukup kompleks. Permasalahan Agroindustri Indonesia Adapun masalah-masalah yang dihadapi pengembangan agroindustri Indonesia yaitu pertama, adanya keterbatasan bahan baku yang memiliki kualitas yang sesuai dengan kebutuhan kegiatan agroindustri. Adapun faktanya adalah bahan baku untuk kegiatan agroindustri yang memiliki kriteria yang runut dan kualitas yang tinggi ini, akan tetapi petani Indonesia belum mampu memenuhi kriteria tersebut disebabkan masih sulitnya pendanaan dan teknologi usaha tani yang sesuai requirement bahan baku industri. Permasalahan kedua yaitu kapabilitas sumberdaya manusia yang belum baik terkait kemampuan menggunakan teknologi agroindustri. Masalah tersebut berdampak kepada efisiensi industri menjadi lebih rendah dari negara pesaing. Adapun penyebab masalah tersebut adalah lemahnya pemberdayaan sumberdaya manusia berbasis riset dan sosialisasi hasil riset tersebut yang belum optimal terhadap masyarakat pertanian. Ketiga, investasi agroindustri yang belum booming akibat iklim invastasi, kepastian hukum dan politik, dan insentif yang diberikan kepada investor yang akan berkecimpung di sektor agroindustri. Adapun salah satu contoh yaitu kebijakan agroindustri yang ditetapkan pemerintah kerap tumpang tindih dan saling melakukan kanibalisme, sehingga investor dan pengusaha yang ingin berkontribusi di sektor agroindustri menjadi takut untuk melakukan pengembangan agroindustri di Indonesia. Selanjutnya masalah keempat adalah adanya penerapan suku bunga kredit usaha yang sama ditetapkan antara sektor agribisnis dan non agribisnis. Adapun sektor agirbisnis memiliki karakteristik yang lebih berisiko dari sektor non agribisnis sehingga penetapan suku bunga pinjaman usaha yang disama ratakan adalah tindakan yang kurang proposional. Masalah kelima dalam pengembangan agroindustri di Indonesia adalah rendahnya peningkatan kualitas dan mutu riset dari kalangan akademisi terkait pembaharuan teknologi di sektor agroindustri, sehingga Indonesia masih tergantung kepada tren teknologi yang ada di dunia tanpa melakukan inovasi guna memunculkan kekuatan diferensiasi produk dan teknologi agroindustri Indonesia. Masalah keenam yaitu ketersediaan saran dan prasarana yang mendukung pengembangan agroindustri di Indonesia masih belum berjalan sesuai harapan yang diinginkan investor dan pengusaha. Hal ini berkaitan erat dengan biaya yang harus dikeluarkan pengusaha untuk mendapatkan bahan baku industri dan mendistribusikan produk hasil pengolahannya. Keenam masalah tersebut merupakan sebagian kecil masalah yang didapat untuk mengurai penyebab lambatnya pengembangan agroindustri di Indonesia. Adapun solusi yang dapat diberikan adalah pemerintah harus dapat merencanakan arahan yang jelas terkait sektor agroindustri Indonesia dan dapat merangkul stakeholder terkait pengembangan agroindustri agar mendapatkan keselarasan antara tren yang berlaku, kebijakan yang ditetapkan, dan keinginan para investor serta pengusaha yang akan terjun di sektor agroindustri.
3.      PERAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN DALAM AGROINDUSTRI
Salah satu program utama dalam PELITA VI adalah pengembangan secara intensif- sistem agribisnis terpadu yang ditopang oleh demokrasi ekonomi sebagai penggerak induslrialisasi pertanian. Sedangkan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 7.1% per tahun seperti yang dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia dalam pidatonya pada Agustus 1995, maka perlu dilakukan peningkatan investasi diberbagai sektor, terutama pada usaha yang menggunakan sumberdaya nasional terbesar yakni agribisnis. Dengan demikian upaya pembangunan pertanian khususnya di pedesaan, melalui pengembangan agribisnis menjadi sangat strategis. Sedangkan sasaran pengembangan agroindustri adalah peningkatan nilai tambah produk hasil pertanian, yang diharapkan dapat pula meningkatkan pendapatan petani, penciptaan lapangan kerja produktif dan kesempatan berusaha, serta penguatan daya saing produk, baik di pasaran domestik maupun internasioanal.
Teknologi pangan sebagai inti industri sekunder pertanian berperan memanfaatkan hasil pertanian dengan menekan kehilangan (loss) sejak panen dan transformasi bahan mentah menjadi produk pangan olahan. Globalisasi mensyaratkan kompetisi ketat dalam perdagangan pangan, sehingga teknologi pangan harus mampu menghasilkan produk yang kompetitif untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional dan pasar global. Produk pangan dari hasil pertanian yang perlu dikembangkan saat ini dan di masa mendatang mencakup lima alternatif berikut ini. 1. Pengembangan produk pangan berbasis protein dengan memanfaatkan isolat atau konsentrat protein hasil ternak. Beberapa protein whey susu seperti laktoglobulin dan laktalbumin, serta protein albumin telur kini terus diteliti untuk pengembangan produk pangan berbentuk gel dan produk pangan olahan yang lain. 2. Produksi olahan hasil ternak lokal unggul harus diteliti dan dikembangkan, yang diharapkan dapat menjadi primadona dan sekaligus ikut menangkal jebakan pangan (food trap). 3. Hasil ternak diolah sebagai produk pangan fungsional seperti susu fermentasi yang bermanfaat bagi kesehatan, serta sebagai probiotik, prebiotik, dan sinbiotik. , 4. Produk ternak rendah lemak dan kolesterol diupayakan melalui budidaya ternak dan teknik pengolahan. Disamping itu, produk diperkaya dengan asam lemak tidak jenuh yang berguna bagi kesehatan seperti asam lemak omega-3. 5. Menghasilkan produk pangan hasil ternak bermutu baik, aman, dan halal yang diupayakan mulai dari penyediaan bahan hingga proses pengolahan yang baik.
Agroindustri  perlu dikembangkan di Indonesia mengingat Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam terutama pertanian dalam arti luas.  Untuk meningkatkan nilai tambah dari komoditas pertanian perlu dikembangkan industri yang berbasis pertanian terutama industri hilir dari komoditas pertanian dan juga perbaikan kegiatan off-farm untuk peningkatan efisiensi yang berhubungan dengan faktor produksi.
Pengembangan Agroidustri di Indonesia terbukti mampu membentuk pertumbuhan ekonomi nasional. Di tengah krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997-1998, agroindustri ternyata menjadi sebuah aktivitas ekonomi yang mampu berkontribusi secara positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Selama masa krisis, walaupun sektor lain mengalami kemunduran atau pertumbuhan negatif, agroindustri mampu bertahan dalam jumlah unit usaha yang beroperasi.
Industri agro tidak hanya dapat diimplementasikan dalam skala besar, tetapi juga dapat diimplementasikan untuk pengembangan UKM (usaha kecil menengah) terutama di desa-desa. Idealnya KUD (Koperasi Unit Desa) dapat dijadikan koperasi agroindustri untuk peningkatan nilai tambah komoditas di desa tersebut.
Komoditas hasil pertanian Indonesia yang sudah menembus pasar internasional sendiri, ialah:
1.      Minyak nilam dan minyak atsiri lainnya,
2.      Kopi,
3.      Cokelat,
4.      CPO (Crude Palm Oil) “Minyak Kelapa Sawit”,
5.      Hasil perikanan tangkap dan budidaya,
6.      Pulp (bubur kayu),
7.      Rumput laut, dan masih banyak lagi.
Untuk itu perlu pengembangan berbagai elemen untuk peningkatan agroindustri di Indonesia terutama sumber daya manusia (sdm) itu sendiri.
Dalam pengembangan agroindustri di tingkat perusahaan skala besar atau BUMN sebagaimana dicanamgkan oleh Pemerintah penting artinya dijalin kemitraan dengan usaha dan kegiatan yang dilakukan industri kecil at au pedesaan, Industri kecil ini dapat berperan dalam penyediaan atau penanganan serta pengolahan awal dari bah an baku yang akan diolah oleh industri besar ( Mangunwidjaja, 1998 ). Sehingga dapat kasus minyak atsiri misalnya, maka penyediaan baku sampai pengolahan minyak atsiri dikerjakan oleh industri keciL Minyak atsiri dari industri keeil atau pedesaan inilah yang kcmudian diolah oleh perusahaan besar (BUMN, swasta ) dcngan tcknologi yang lebih clisien unluk dihasilkan produk hilir bernilai tambah tinggi. Contoh serupa dapat dikembangkan untuk produk kimia-oleo (oleoehemicals ) baik dengan bahan dasar kelapa atau kelapa sawit.
Bahwa pengembangan agroindustri di Indonesia selama ini banyak dililit oleh kendala , hal ini tak dapat dipungkiri. Salah satu kendala teknis adaJah kemampuan mengolah kita yang masih rendah. Hal itu ditunjukkan dengan sebagian besar k’1moditas pertanian yang diekspor merupakan bahan mentah, dengan nilai indeks retensi pengolahan sebesar 0,71 – 0,75 %. Angka tersebut menunjukkan bahwa hanya 25 – 29% produk pertanian Indonesia yang diekspor dalam bentuk olahan. Kondisi ini tentllsaja memperkecil nilai tambah yang diperoleh dari ekspor produk: pertanian, sehingga pengolahan lebih lanjut menjadi tuntutan bagi perkembangan agroindustri di era global.
Dalam lingkup pcrdagangan pengolahan hasil perlanian mcnjadi produk agroindustri ditujukan untuk meningkatkan nilai tam bah komoditas tersebut. Semakin tinggi nilai produk olahan (seperti dicontohkan diatas) diharapkan devisa yang diterima oleh negara juga meningkat, serta keuntungan yang diperoleh oleh para pelaku agroindustri juga relatif tinggi. Konsepsi peningkatan nilai tambah agroindustri ini menjadi tema utama Simposium Nasional Agroindustri 111, tahun 1997 (Anonim, 1997) Teknologi proses yang dapat diterapkan untuk agroindustri sangat beragam, dan yang sederhana (fisik, mekanik seperti pengE’ringan ) teknologi sedang (reaksi hidrolisis ) sampai ke teknologi tinggi (proses bioteknologis). Dengan ragam teknologi yang demikian luas, maka diperlukan strategi pemilihan teknologi yang tepat untuk pengembangan agroindustri. Strategi ini bertumpu pada prinsip dasar pendayagunaan sumberdaya pertanian yang merupakan keunggulan komparatif menjadi pf(lduk agroindustri unggulan yang mampu bersaing dipasaran dunia (keunggulan kompetitif).
Perkembangan iptek dan penerapannya di industri, menyebabkan batasan suatu ranah (domain) iptek mengalami pembaharuan dari masa ke masa. Demikian pula dengan teknoiogi proses yang pada awal tahun 1940-an senantiasa dihubungkan dengan proses kimiawi (Austin,1984). Dalam konteks tersebut teknologi proses diberi pengertian tentang tatacara berlandaskan ilmu pengetahuan untuk mengubah bahan secara kimiawi menjadi produk yang nilai ekonominya lebih tinggi. Oleh karena selain proses kimiawi, perlakuan fisik juga mampu meningkatkan nilai tambah suatu bahan, cakupan ini kemudian dipilahkan menjadi Satuan Operasi (Unit operation). Dengan demikian, teknologi proses diberi batasan tentang tatacara berlandaskan ilmu pengetahuan untuk mengubah secara kimiawi dan/atau fisik secara komersial suatu bahan menjadi produk.
BAHAN MENTAH —-> PENGUBAHAN(KONVERSIO)——> PRODUK
Berdasarkan batasan tersebut, teknologi (proses) untuk agroindustri merupakan penerapan pengubahan (kimiaw/biokimiawi dan/atau fisik ) pada hasil pertar.ian menjadi produk dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi. Produk agroindustri ini dapat merupakan produk akhir yang siap dikonsumsi atau digunakan oleh manusia ataupun procuk yang merupakan bahan baku industri lain. Dalam tahapan proses, termasuk tahapan perlakuan/proses hulu (pasca panen). penyiapan, pengondisian, pemilihan (sortasi), dan lain lain, serta proses hilir berupa pemisahan dan pemurnian produk.
Sampai tahun 1980-an, perguruan tinggi teknologi (kimia, lingkungan, pertanian, farmasi) dalam kurikulum pendidikanya mengacu pada pemilahan tersebut, yaitu satuan operasi (pengelompokan berdasarkan pengubahan fisik) dan satuan proses (pengelompokan berdasarkan pengubahan kimiawi). Dalam pendekatan ini, tinjauan dtau telaahan teknologi proses menjadi lebih bersifat analisis. Sehabis Perang Dunia II, pendidikan rekayasa (teknik, engineering) kimia, terutama di Eropa berkembang pesat dengan pusatnya di Jerman dan Perancis, dan pendekatan analisis parsial tersebut mulai ditinggalkan dan mengubahnya dengan pendekatan kearah lebih sintesis. Dalam pendekatan ini teknologi proses dilihat sebagai sistem proses dan dicakup dalarn ranah rekayasa proses (process engineering). Dalam perkembangan berikutnya diparuh tahun 1970 dasar rekayasa proses itu diterapkan untuk konversi biokimiawi (enzimatik maupun mikrobial ) dan memunculkan ranah bam bioproses. Dalam pendekatan rekayasa proses, fokus lebih diarahkan pada tatacara untuk mencari atau merealisasikan langkah proses yang diperlukan untuk mengubah bahan. menjadi pr?duk secara .opt.irhal, dan mengendalikan sistem pemroses beroperasl secara optImal (SoerawldJaJa, 1992). Berdasarkan perkembangan tersebut, bahasan dalam teknologi proses meliput sintesis, optimasi, pemodelan dan simulasi, serta pengendalian proses (Rudd dan Watson, 1988. Seider, et aI, 1999, Suryani dan Mangunwidjaja, 2000).

2.2. PERAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN DALAM IPTEK
1.   Dampak Iptek terhadap Kebutuhan Pokok
Kebutuhan pokok disebut juga kebutuhan primer yaitu kebutuhan yang paling mendasar dan harus dipenuhi oleh manusia. Kebutuhan primer manusia yaitu berupa pangan,sandang serta papan. Perkembangan IPTEK berpengaruh pada keberlangsungan manusia dalam memenuhi kebutuhan primernya tersebut. Dampak IPTEK terhadap sandang, pangan dan papan antara lain sebagai berikut.
a.       Pangan merupakan kebutuhan pokok yang paling utama sebab tanpa pangan manusia akan mati, kelestarian hidupnya terancam, dan manusia berupaya untuk menjauhkan diri dari kematian. Alam menyediakan macam-macam kebutuhan pangan untuk diusahakan dengan      teknologi, mula-mula sederhana, makin hari makin maju. Kini IPTEK telah mampu menyumbangkan hal positif berhubungan dengan pemenuhan pangan, contohnya antaralain :
·         Produksi ikan dan daging secara modern
Ikan merupakan lauk pauk yang umum bagi masyarakat. Ikan segar dapat diperoleh dari kali, danau, atau laut. Untuk memperoleh produksi ikan yang dapat dipasarkan, orang mempergunakan keramba di sungai atau di danau. Untuk menghindari pembusukan dijalankan teknologi penjemuran di panas matahari sehingga diperoleh ikan kering, atau diberi garam sehingga diperoleh ikan asin. Teknologi modern mempergunakan kaleng sebagai sarana pengawetannya selalu tahan lama dan baunya tidak mengganggu lingkungan. Teknologi modern mempergunakan kaleng sebagai sarana pengawetannya selalu tahan lama dan baunya tidak mengganggu lingkungan. Selain itu di Jepang penangkapan ikan kini telah berkembang secara modern yaitu dengan alat ultrasonik yang dapat menarik ikan – ikan yang ada didalam laut sehingga nelayan tidak perlu susah – susah menangkap ikan dengan jaring dan alat pancing lainnya. Namun di Indonesia kini terdapat sebagian nelayan yang menangkap ikan dengan menggunakan bahan peledak.
Daging juga merupakan bahan makanan yang diperoleh dari binatang. Peternakan dapat dilakukan secara tradisional, yaitu membiarkan ternak di padang penggembalaan, sehingga mutu dagingnya termasuk rendah akibat kurusnya ternak atau modern dengan mempergunakan kandang yang binatangnya ditempatkan dalam kandang dengan makanan dan minumnya dicukupi oleh pemiliknya, sehingga kualitas hasil ternaknya lebih tinggi dan sehat. Contoh yang dikenal adalah pada peternakan ayam ras yang memang memerlukan modal besar, tetapi memberikan janji memperoleh keuntungan besar.
·         Produksi sayuran secara modern
Sayuran dan buah-buahan merupakan pelengkap kebutuhan makanan. Agar produktivitasnya dapat lebih tinggi, maka untuk kesuburan tanaman diberi pupuk.
Tanaman bahan makanan mudah terganggu penyakit, sehingga diperlukan usaha meningkatkan hasil pertanian sekaligus dapat menghindarkan tanaman dari penyakit. Caranya dengan mempergunakan teknologi pertanian, terutama dengan mempergunakan varietas unggul . Cara yang demikian disebut sebagai revolusi hijau (green revolution). Selain benih unggul, perlu ditunjang oleh teknologi penggarapan tanah, pemeliharaan dan pengolahan.
Pangan dibedakan atas pangan segar dan pangan olahan :
·         Pangan segar
Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan, yang dapat dikonsumsi langsung atau dijadikan bahan baku pengolahan pangan. Misalnya beras, gandum, segala macam buah, ikan, air segar.
·         Pangan olahan tertentu
Makanan / pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan kelompok tersebut.
·         Pangan siap saji
Pangan siap saji adalah makanan atau minuman yang sudah diolah dan bisa langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan.
Dalam teknologi pangan, gizi yang terkandung dalam bahan makanan sangat diperlukan. Karena, bagus atau tidaknya hasil pertanian dalam bentuk pangan, sangat dipengaruhi faktor gizi yang baik.Gizi pangan adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral serta tanamannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia.

2.      Teknologi Pangan dalam kemajuan IPTEK
Teknologi pangan merupakan teknologi yang digunakan dalam proses pengolahan pangan, mulai dari penanganan pasca panen, mengolah atau mentransformasi, mengemas, mengendalikan proses pengolahan, dan menangani bahan baku (raw material), produk dan limbahnya. Dalam pengertian lain, teknologi pangan adalah suatu teknologi yang menerapkan ilmu pengetahuan tentang bahan pangan khususnya setelah panen (pasca panen) guna memperoleh manfaatnya seoptimal mungkin dan sekaligus dapat meningkatkan nilai tambah dari pangan tersebut. Dalam teknologi pangan, dipelajari sifat fisis, mikrobiologis, dan kimia dari bahan pangan dan proses yang mengolah bahan pangan tersebut. Spesialisasinya beragam, diantaranya pemrosesan, pengawetan, pengemasan, penyimpanan dan sebagainya.
Untuk mempelajari teknologi pangan seseorang hendaknya memahami tentang:
a.       Kimia Pangan
yaitu pengetahuan tentang komposisi bahan pangan, struktur dan sifat bahan pangan, termasuk pula pengetahuan tentang Kimia Organik dan Biokimia.
b.      Mikrobiologi Pangan
yaitu pengetahuan tentang hubungan antara tempat tumbuh mikroorganisme dalam bahan pangan, faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan, kerusakan-kerusakan mikrobiologi pada bahan pangan, kesehatan masyarakat dan sanitasi.
c.       Teknologi Pengolahan Pangan (Food Processing)
yang mencakup karakterisktik bahan baku (raw material), proses pemanenandan pasca panen, penerimaan bahan baku, pengawetan bahan pangan, faktor-faktor yang berpengaruh pada tingkat penerimaan konsumen, pengemasan, penangan limbah, dan sanitasi.
Beberapa proses terkait pemrosesan bahan pangan telah memberikan kontribusinya di bidang teknologi pangan, terutama pada rantai produksi dan suplai pangan. Pengembangan tersebut misalnya :
Pembuatan susu bubuk telah menjadi dasar untuk pembuatan berbagai produk baru dari benda cair dan semi cair yang dapat diseduh (dapat direhidrasi kembali) setelah dikeringkan menjadi padatan berbentuk serbuk. Hal ini juga yang menjadikan proses distribusi susu menjadi lebih efisien dan cikal bakal berkembangnya industri susu formula.
Dekafeinasi untuk kopi dan teh, namun lebih banyak digunakan pada biji kopi demi mengurangi kadar kafein pada kopi. Biji kopi kering diproses menggunakan uap hingga kadar airnya menjadi sektar 20%. Panas diberikan untuk memisahkan kafein dari biji kopi ke permukaan kulitnya. Lalu pelarut diberikan untuk memindahkan kafein dari biji kopi. Hingga tahun 1980an, pelarut yang digunakan adalah pelarut organik. Karbon dioksida merupakan salah satu pelarut non organik yang digunakan untuk memisahkan kafein di bawah kondisi super kritis.
Adanya kemajuan iptek dapat menunjang pengolahan  teknologi pangan yang  sangat berperan dalam ketersediaannya pangan, terutama dalam teknik pengawetan makanan. Alam menghasilkan bahan pangan secara berkala, sementara kebutuhan manusia akan pangan adalah rutin. Kita tidak mungkin menunda keperluan perut hingga masa panen tiba.Oleh karena itu adanya teknologi pengawetan,  makanan dapat disimpan untuk jangka waktu yang cukup lama. Dan dengan teknologi informasi, juga memungkinkan untuk mendistribusikan bahan pangan secara merata ke seluruh penjuru dunia.
2.3. PERAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN   NASIONAL
Ada sebuah pertanyaan fundamental mengenai tujuan pembangunan pertanian. Pertanian lebih dari hanya sekedar produksi pangan. Pertanian juga meliputi industri hasil pertanian seperti kapas, benang, pyrethrum (obat serangga), dan tembakau. Tidak semua tanaman ditanam untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri melainkan juga untuk ekspor. Ada perdebatan mengenai pilihan yang harus diambil apakah negara miskin harus berkonsentrasi pada produksi bahan pangan dasar atau menanam tanaman untuk ekspor untuk mendapatkan devisa. Pilihan tidak hanya terbatas masalah keuntungan produsen ataupun permintaan konsumen. Ketergantungan dari banyak negara dalam pertanian berarti bahwa jenis tanaman memiliki dampak besar bagi pembangunan negara (Lynn, 2003). Dalam dunia pertanian banyak petani indonesia yang tidak tertarik untuk menanam komoditi dibidang pangan. Dampaknya adalah ketahanan pangan Negara terganggu.


1.      Swasembada Pangan dan Ketahanan Pangan
Banyak kerusakan dilakukan pada produksi pertanian. Ketergantungan pada bahan pangan impor melahirkan kebijakan pemerintah untuk bermaksud memperoleh swasembada pangan dan ketahanan pangan (Lynn, 2003).
Swasembada pangan (self-sufficiency) penting untuk negara yang enggan bergantung pada saat kritis atau bergantung pada fluktuasi harga pangan internasional. Pada tahun 1973 harga beras dunia naik 85%, diikuti 90% pada tahun selanjutnya, hanya turun sepertiga di tahun 1975 dan 30% di tahun 1976. Banyak ekonom memilih ketahanan pangan daripada swasembada pangan. Hal ini melibatkan gabungan dari produksi domestik dan kepercayaan pada pasar internasional sebagai tambahan penting, dan teori ekonomi lama yaitu gabungan dari produksi domestik dan kepercayaan pada pasar internasional sebagai tambahan penting, dan teori ekonomi lama yaitu keuntungan komparatif (comparative advantage). Suatu negara memproduksi barang yang secara biaya relatif lebih unggul dan mengimpor barang lainnya, hal ini akan mengolah sumber daya lebih efisien serta memproduksi lebih banyak output dan pendapatan, makanan impor akan lebih murah daripada penggunaan sumber daya domestik yang tidak efisien (Lynn, 2003).
Swasembada pangan lebih mahal. Bukti menunjukkan bahwa kebijakan pertanian yang sesuai dapat menyeimbangkan bermacam-macam ekspor dan bahan pangan (Lynn, 2003).
2.      Situasi Pangan
Kelaparan adalah sebuah fenomena setempat. Bank Dunia pada tahun 1986 dalam laporannya mengenai kemiskinan dan kelaparan (poverty and hunger began by noting) menyatakan dunia memiliki banyak makanan. Pertumbuhan global pangan lebih cepat daripada pertumbuhan populasi yang buruk pada 40 tahun terakhir (Lynn, 2003).
Data pada tabel 6 mengindikasikan masalah pangan. Produksi per kapita turun selama tahun 1974 – 1999. Bantuan pangan ke Afrika meningkat 2,5 kali lipat antara tahun 1974 – 1989. Beberapa penurunan ini menyebabkan kelaparan (Lynn, 2003).
Ekonomi harus dibangun berdasarkan basis sumber daya yang ada dan penaksiran yang realistik. Ekspor yang lebih beraneka jenis dan stabil sangat perlu untuk mengamankan dana impor pangan (Lynn, 2003).
Indonesia sangat membutuhkan sumber daya manusia yang dapat mengolah hasil pertanian dengan baik. Agar tercipta sistem ketahanan pangan yang baik, maka hasil-hasil pertanian harus dijaga kualitasnya. Tantangan indonesia beberapa kurun waktu kedepan adalah masalah ketahanan pangan. Jika sistem yang ada sekarang ini tidak dibenahi, apakah kita harus mengimpor kebutuhan akan pangan dari Negara lain? sementara, Negara indonesia adalah Negara agraris, Negara bahari yang hijau dan subur.
Dengan adanya teknologi hasil pertanian yang mengolah bahan pangan menjadi terjaga kualitas dan  ketahanan bahan tersebut. Maka indonesia dapat bersaing dengan Negara tetangga dan dapat mengurangi pengimporan bahan pangan dari Negara tetangga. Sehingga, kestabilan perekonomian dapat terjaga karena kebutuhan akan pangan masyarakat Indonesian dapat terpenuhi. Jika bahan pangan tersedia di pasaran maka harga-harga bahan pangan tersebut tidak mengalami kenaikan. Dan Negara tidak mengalami inflasi yang diakibatkan melonjaknya harga-harga bahan pangan di pasaran.  Perekonomian menjadi stabil dan masyarakat dapat menikmati bahan pangan dengan efektif, sehingga tercipta keseimbangan yang selaras.





BAB III
PENUTUP


3.1.KESIMPULAN
Peran teknologi hasil pertanian dalam agroindustri, IPTEK, dan pembangunan nasional sangat bergantung pada sektor hasil pertanian. Yang selanjutnya, berorientasi pada sektor ketahanan pangan. Pemenuhan akan pangan sangat menjadi prioritas utama karena mengingat pangan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi.
1.      Teknologi hasil pertanian dalam agroindustri.
Membahahas hasil pertanian dari sub sektor hasil pertanian hulu dan hilir. Yang hasil olahan nya dalam agroindustri seperti teknologi-teknologi yang diperlukan dalam proses pertanian dan  olahan hasil pertanian dapat diolah dalam skala besar ubtuk pemenuhan kebutuhan masyarakat.
2.      Teknologi hasil pertanian dalam IPTEK
Dengan adanya kemajuan dibidang IPTEK, teknologi hasil pertanianpun ikut  berperan            contohnya dalam pengolahan produk hasil pertanian agar tercipta ketahanan pangan.
3.      Teknologi hasil pertanian dalam pembangunan nasional.
Dengan adanya pengolahan hasil pertanian dalam terciptanya ketahanan pangan, maka dapat menjadi tolak ukur keberhasilan suatu Negara karena terpenuhinya kebetuhan pangan suatu Negara.

3.2.SARAN
Dengan mengetahui peran teknologi hasil pertanian dalam agroindustri, IPTEK, dan pembangunan nasional diharapkan ketahanan pangan akan tercipta dan banyak sumber daya manusia yang akan mengolah hasil pertanian dalam bidang pangan.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Abdulah, Eni Rahma. “MKDU Ilmu Alamiah Dasar:. Jakarta : Bumi Aksara, 2012

Diambil dari http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/43696 pada tanggal 03 Desember 2016 pukul 15.37 WIB
Diambil dari  http://eprints.undip.ac.id/315/  pada tanggal 03 Desember 2016 pukul 16:02
Soemarno, “Ketahanan Pangan Food Security”, Jakarta : Gramedia, 2012








    

Komentar

Postingan populer dari blog ini

prokariotik dan eukariotik

laporan pengenceran bertingkat dan penanaman mikroba